Tuesday, August 20, 2013

Masih Tentang Firasat Tidak Pernah Berbohong

Tuesday, August 20, 2013
Makhluk macam apa dirimu itu? Kamu membuatku menjadi orang bodoh. Sedari pagi aku nggak bisa nggak mengingatmu. Apa? aku berbohong? Keterlaluan. Kamu yang memberikan alasan untuk aku selalu memikirkanmu. Aku tidak bisa berhenti bertanya-tanya; apakah kamu baik-baik saja? tidak akan ada hal buruk lain yang menimpamu kan? apakah kamu butuh sesuatu? ..huh. Ingin sekali rasanya aku menerobos penjagaan ketat ego dan logikaku. Berada disampingmu untuk merawatmu, walau hanya untuk sementara.  Kamu sedang sakit, mana mungkin aku hanya menjengukmu lalu sudah, gitu? Sulitnya menahan gemuruhku saat aku melihat wajah dan matamu dalam ingatanku, yang dengan sangat hati-hati kurekam saat kunjunganku yang lalu, kemudian kusimpan dengan rapi. Aku pikir adanya agenda dan sebuah hang out bisa menyelamatkanku darimu, namun kenyataannya? Sudahlah. Ada baiknya jika aku segera mengakhiri cerita ini.

Saturday, August 17, 2013

Firasat Tidak Pernah Berbohong #2 (maaf untuk #1 tidak saya publikasikan)

Saturday, August 17, 2013
[sabtu, 17/08 kurang lebih pk 8 malam, di sebuah gerai makanan]

Akhirnya aku memutuskan untuk menjenguknya. Entah kenapa, saat aku memikirkan hal itu, aku jadi yakin dan nggak ada rasa ragu lagi. Yang aku pikirkan cuma aku harus jenguk dia, aku harus bertemu dia, aku harus tahu keadaannya gimana.

Walau aku tahu dia sudah ada yang punya, hari-harinya diisi oleh seseorang, di hatinya ada perempuan lain, aku terima kenyataan itu. Bisa berhadapan dengannya lagi, saling bicara, cukup membuatku lega.

Tadi pagi aku benar-benar tidak bisa berpikir dengan jernih; aku terus mengulanginya: aku harus gimana, apa yang harus aku lakukan. Namun sekarang aku sangat tenang, sampai-sampai rasanya tidak ingin bicara dan berpikir tentang apapun. Bahkan tentang apakah dia masih menyimpan rasa terhadapku, itu bukan masalah lagi.

[masih sabtu, kurang lebih pukul 11 malam, di rumah]

Sepertinya aku belum bisa berdamai dengan rasa sesak ini. Sejak meninggalkan rumahnya, kesadaranku seakan melayang. Sulit sekali mengatakannya. Aku masih baik-baik saja ketika berpamitan dengan orang tua temanku, ketika sedikit bertukar cerita lalu say goodbye pada temanku itu sebelum aku pulang, dan ketika bertemu ibuku di ruang tamu; aku masih bisa ceria dengan beberapa guyonan-ku, membuatku kaget sendiri bahwa aku bisa semahir itu menutupinya.

Namun rasa pengap itu kembali menghampiriku saat aku sudah berada di dalam kamarku. Aku sendirian. Tidak ada yang melihatku bersikap aneh. Aku tidak melakukan apapun, tidak membereskan buku-buku, tidak memasukkan pakaianku yang sudah disetrika, bahkan aku belum menggantung jaket yang baru saja aku lepaskan; aku hanya menaruhnya saja. Aku hanya tergeletak tidak beraturan di atas kasurku, memeluk guling, dan menenggelamkan wajahku di sana.

Aku mengingatmu. Tanpa terasa pipiku basah. Satu.. dua.. tiga.. aku tidak bisa menghentikannya. Ia terus memaksa keluar, dan aku sama sekali tidak keberatan. Sekalian menghantarkan nafasku yang berat. Rasanya aku tidak sanggup melihatmu seperti itu. Setelah sekian lama, akhirnya aku berani menemuimu terlebih dulu. Tapi kenapa kamu harus begini baru aku bisa mengalahkan egoku? Huh..

Sekarang ini aku sudah cukup bisa mengendalikan diri. Belum lelah untuk tertidur, namun tidak sebaik itu untuk bisa melakukan hal-hal yang produktif. Sebaiknya aku berdoa untukmu, seperti yang sebelum-sebelumnya aku lakukan. Dan aku meminta maaf atas menyelipkan namamu dalam harapan-harapanku tanpa meminta izin kepadamu terlebih dulu.

Friday, August 02, 2013

Menyulam Tanya

Friday, August 02, 2013
tak ada.
entah sudah berapa lama.
semakin kutelisik jejakmu, mungkin aku bisa mengerti.
selama ini aku belum berkamu, tidak seperti dirimu.
hahaha...
jangan dulu senang dengan merasa menang.
ini sama sekali bukan kamu.
ini tentang-ku.
aku bertanya, apa jadinya bila kita bertemu?
ya, kemarin dulu aku berhasil menenggelamkan gengsi, 
demi kemungkinan bertatap sepintas lalu.
memang garis takdir berseru lain, aku bersyukur.
yang masih aku sangsikan,
kesempatankah yang diberikan lagi padaku, 
atau pertanda aku harus berhenti?
hmm.. ini terlampau rumit.
mungkin aku akan membuatnya menjadi sederhana saja.
ERENA's © 2014